Selasa, 05 Agustus 2014

Sunnah-sunnah Seputar Adzan

Bismillahirrahmanirrahim


Sunnah adalah segala sesuatu yang bersumber dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam agama, baik akidah, amal, maupun perilaku.

Allah Ta’ala berfirman “katakanlah, jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosa” (Ali Imran [3] : 31)
Tidak menutup kemungkinan ada kegiatan yang kita lakukan persis dengan apa yang disunnahkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Namun, bisa saja ada yang tidak mengetahui bahwa itu merupakan sunnah sehingga ia hanya melakukan atas dasar kebiasaan tanpa menghadirkan niat untuk mengikuti sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan amalan seseorang sangat tergantung kepada niatnya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda “sesungguhnya tiap-tiap amalan itu tergantung pada niatnya dan seseorang hanya akan mendapatkan apa yang ia niatkan” (Muttafaq ‘Alaihi)

 *Sunnah-sunnah yang sering diremehkan seputar adzan :

1. menirukan lafazh adzan dan iqamah

Diriwayatkan dari Abu Sa’id Al-Khudri radiyallahu ‘anhu, bahwasanya
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
“jika kalian mendengar seruan adzan, ucapkanlah seperti yang diserukan oleh muadzin”
(diriwayatkan oleh Bukhari, hadits no.611; Muslim, hadits no. 383; Abu Dawud, hadits no. 522; Tirmidzi, hadits no.208; Nasai, hadits no. 673; dan Ibnu majah, hadits no. 720).

Diriwayatkan dari Umar bin Khaththab radiyallahu ‘anhu, ia berkata
“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘jika muadzin melafalkan, ‘Allahu Akbar Allahu Akbar’, maka ucapkanlah ‘Allahu Akbar Allahu Akbar’. Kemudian apabila muadzin mengucapkan, ‘Asyhadu alla ilaha illallah’, maka ucapkanlah ‘Asyhadu alla ilaha illallah’. Bila muadzin mengucapkan, ‘Asyhadu anna muhammadar rasulullah’, maka ucapkanlah ‘Asyhadu anna muhammadar rasulullah’. Jika muadzin mengucapkan, ‘hayya ‘alash shalah’, maka ucapkanlah ‘laa haula wa laa quwwata illa billah’. Kalau muadzin mengucapkan ‘hayya ‘alal falah’, maka ucapkanlah ‘laa haula wa laa quwwata illa billah’. Bila muadzin mengucapkan ‘Allahu Akbar Allahu Akbar’, maka ucapkanlah ‘Allahu Akbar Allahu Akbar’. Bila muadzin mengucap ‘laa ilaha illallah’, maka ucapkanlah ‘laa ilaha illallah’. Siapa saja mengucapkannya dalam hati, ia akan masuk surga”
(diriwayatkan oleh Muslim, hadits no. 385; Abu Dawud, hadits no. 527)

Sejumlah ulama berpendapat bahwasanya disunnahkan menjawab iqamah seperti ucapan yang dilafazhkan oleh orang yang mengumandangkan iqamah, seperti dalam adzan. Ibnu Qudamah mengatakan, “disunnahkan ketika iqamah menirukan lafazh yang diucapkan oleh orang yang iqamah” (Al-Mughni, II : 87)

2. bershalawat kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan memohon wasilah untuk beliau

Dari Abdullah bin Amr bin Al-Ash radiyallahu ‘anhu, bahwasanya ia mendengar Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
“apabila kalian mendengar muadzin mengumandangkan adzan, maka ucapkanlah seperti yang diucapkannya, kemudian bershalawatlah kepadaku. Sesungguhnya, siapa yang bershalawat sekali kepadaku, Allah akan memberikan sepuluh (rahmat) kepadanya. Lalu, mohonkanlah wasilah kepada Allah untukku. Sesungguhnya, wasilah adalah kedudukan di surga yang pantas diperuntukkan bagi salah satu hamba Allah, aku berharap akulah orangnya. Barangsiapa yang memohon wasilah untukku, ia berhak mendapat syafaatku”
(diriwayatkan oleh Muslim, hadits no. 284; Abu Dawud, hadits no. 523; Tirmidzi, hadits no.3614; Nasai, hadits no. 678)

Diriwayatkan dari Jabir bin Abdullah radiyallahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
“ barangsiapa yang ketika mendengar adzan lalu ia mengucapkan ‘Allahumma rabba hadzihidda’watit taammah washshalatil qaaimah aati muhammadal wasiilata walfadhiilah wab’ ‘atshu maqaaman mahmuudal lazii wa’addah’ (Ya Allah pemilik seruan yang sempurna ini, dan shalat yang didirikan ini, berikanlah kepada Nabi Muhammad wasilah dan kemuliaan. Tempatkanlah ia di tempat terpuji yang telah engkau janjikan), maka ia berhak mendapatkan syafa’atku kepada hari kiamat”
(diriwaytakan oleh Bukhari, hadits no. 614; Abu dawud, hadits no. 529; Tirmidzi, hadits no. 211; Nasai no. 680; Ibnu Majah, hadits no. 722)

3. ucapan : Radhitu billahi rabban, wa bil islami diinan, wa bi muhammdadin nabiyyan wa rasuulan

Diriwayatkan dari Sa’ad bin Abi Waqqash radiyallahu ‘anhu, dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwasanya beliau bersabda,
“barangsiapa tatkala mendengar seruan adzan mengucapkan : ‘asyhadu allaa ilaha illallah wahdahu laa syariika lahu wa anna muhammadan ‘abduhu wa rasuuluh radhiitu billaahi rabban wa bi muhammadin rasuulan wa bil islami diinan’ (Aku bersaksi bahwa tiada ilah yang berhak disembah selain Allah, tiada sekutu bagi-Nya. Dan sesungguhnya Muhammad adalah hamba dan utusannya. Aku rela Allah sebagai rabbku, Muhammad sebagai rasulku, dan islam sebagai agamaku), niscaya dosanya akan diampuni”
(diriwayatkan oleh Muslim, no. 387; Ahmad, no. 1565; Abu dawud, no. 525; Tirmidzi, no. 210; Nasai, no. 679; Ibnu majah, no. 721; Ibnu Khuzaimah, no. 421-422)

Sedangkan mengenai kapan doa dan dzikir ini dipanjatkan, ada dua pendapat ulama
Pertama, ketika muadzin mengucapkannya di tengah-tengah adzan. Inilah yang dinyatakan oleh imam Nawawi dalam syarh muslim , meski Nawawi terkesan tidak begitu tegas (II : 323.cet. Dar Al-Hadits). As-Sindi dalam hasyiyatun Nasai, II : 26 berkata “doa dan dzikir itu diucapkan tatkalamendengar muadzin mengucapkan ‘asyhadu allaa ilaha illallah’, sementara ucapan orang yang menjawab dengan ‘wa ana asyhadu’ (dan saya bersaksi) adalah untuk menyambung ucapan muadzin. Artinya, ‘ana asyhadu kama tasyhadu’ (aku bersaksi, hai muadzin, sebagaimana kamu bersaksi)

Kedua, diucapkan pada saat penutupan adzan. Dalam tuhfatul ahwadzi syarh tirmidzi, I : 548, Al-Allamah Al-Mubarakfuri berkata, Sabda nabi, ‘barangsiapa yang tatkala mendengar muadzin’, artinyamendengar adzan, mendengar suaranya atau mendengar ucapannya. Inilah yang menonjol. Ada kemungkinan yang dimaksud adalah ketika mendengar dipermulaan atau akhir adzan; yaitu ucapan akhir adzan ‘laa ilaha illallah’. Inilah yang lebih selaras. Mungkin juga kata yusma’ (mendengar) bermakna yujib (menjawab) sehingga maksud dari sabda beliau begitu jelas. Dan bahwapahala yang disebut dalam hadits (berupa ampunan atas dosa) muncul lantaran menjawab adzan dengan sempurna, disertai dengan doa dan dzikir itu. Juga karena ucapan persaksian orang yang mendengar adzan ditengah-tengah adzan barangkali akan melewatkan kesempatan untuk menjawab sebagian kalimat adzan berikutnya. Demikian disebutkan dalam kitab Al-Mirqah.

Dikutip dari : 100 sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang sering disepelekan (Haifa Abdullah ar-rasyid)

“barang siapa menunjukkan kebaikan, ia akan mendapatkan pahala seperti pahala pelakunya”
(HR. Muslim)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar