Mengapa PPN disebut pajak
pertambahan nilai, bukan pajak penjualan?
Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
adalah pajak yang
dikenakan atas setiap pertambahan nilai dari barang atau jasa dalam peredarannya.
Jadi PPN hanya dikenakan ketika ada pertambahan nilai atas BKP atau JKP
sehingga dalam PPN tidak ada istilah pengenaan pajak berganda. Adapun dalam
Pajak Penjualan, pajak selalu dikenakan atas BKP ketika ada transaksi penjualan
sehinggal menimbulkan pajak berganda.
Sebagai contoh atas PPN :
Barang dari produsen dijual Rp. 1.000 maka PPNnya adalah Rp. 100. Ketika
distributor menjual dengan harga Rp. 1500, maka dikenakan PPN sebesar Rp. 150.
Karena Pajak Masukan Rp. 100 telah disetor pada transaksi sebelumnya maka,
distributor hanya menyetor Rp. 50,
sehingga tidak terjadi pengenaan pajak berganda dengan mekanisme Pajak Masukan
dan Pajak Keluaran.
Adapun contoh kasus atas Pajak penjualan :
Barang dari produsen memiliki modal sebesar Rp. 1000 maka
Pajaknya adalah RP. 100 sehingga dijual
sebesar Rp. 1.100. kemudian ketika distributor ingin menjual lagi barang
tersebut dengan untung Rp. 400 makan modalnya menjadi Rp. 1.500 dan PPNnya
adala Rp. 150 sehingga harga jual adalah Rp. 1.650. harga barang yang Rp. 1.650
ini pun dikenakan Pajak lagi sebasar Rp. 165 tanpa memperdulikan pajak yang
telah dibayar pada transaksi sebelumnya dan begitulah seterusnya hingga
menyebabkan barang semakin mahal.
Dari uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa PPN disebut
pajak pertambahan nilai karena pajak hanya dikenakan ketika ada pertambahan
nilai atau harga atas BKP/JKP dan bukan dikenakan karena adanya transaksi
penjualan atas BKP/JKP.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar