Kamis, 16 Oktober 2014

Mengapa PPN disebut pajak pertambahan nilai, bukan pajak penjualan?

Mengapa PPN disebut pajak pertambahan nilai, bukan pajak penjualan?

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang dikenakan atas setiap pertambahan nilai dari barang atau jasa dalam peredarannya. Jadi PPN hanya dikenakan ketika ada pertambahan nilai atas BKP atau JKP sehingga dalam PPN tidak ada istilah pengenaan pajak berganda. Adapun dalam Pajak Penjualan, pajak selalu dikenakan atas BKP ketika ada transaksi penjualan sehinggal menimbulkan pajak berganda.

Sebagai contoh atas PPN :
Barang dari produsen dijual Rp. 1.000 maka PPNnya adalah Rp. 100. Ketika distributor menjual dengan harga Rp. 1500, maka dikenakan PPN sebesar Rp. 150. Karena Pajak Masukan Rp. 100 telah disetor pada transaksi sebelumnya maka, distributor hanya menyetor Rp.  50, sehingga tidak terjadi pengenaan pajak berganda dengan mekanisme Pajak Masukan dan Pajak Keluaran.


Adapun contoh kasus atas Pajak penjualan :
Barang dari produsen memiliki modal sebesar Rp. 1000 maka Pajaknya  adalah RP. 100 sehingga dijual sebesar Rp. 1.100. kemudian ketika distributor ingin menjual lagi barang tersebut dengan untung Rp. 400 makan modalnya menjadi Rp. 1.500 dan PPNnya adala Rp. 150 sehingga harga jual adalah Rp. 1.650. harga barang yang Rp. 1.650 ini pun dikenakan Pajak lagi sebasar Rp. 165 tanpa memperdulikan pajak yang telah dibayar pada transaksi sebelumnya dan begitulah seterusnya hingga menyebabkan barang semakin mahal.


Dari uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa PPN disebut pajak pertambahan nilai karena pajak hanya dikenakan ketika ada pertambahan nilai atau harga atas BKP/JKP dan bukan dikenakan karena adanya transaksi penjualan atas BKP/JKP.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar